Film Soegija tayang pada tanggal 7 Juni 2012 di bioskop-bioskop seluruh
Indonesia. Film tersebut menceritakan karakter Uskup orang Indonesia yang
pertama Mgr Albertus Soegijapranata SJ yang berperan bagi kemajuan Indonesia
pada zaman penjajahan Jepang dan Belanda. Film tersebut tidak semata-mata
memfokuskan diri kepada agama Katolik saja tetapi mengandung nilai kemanusiaan ,
nasionalisme, dan kebangsaan yang universal. Unsur Kekatolikan bukan menjadi
tujuan utama dari film ini tetapi menjadi dasar mengolah motif dan cerita yang
baik.
Begitulah yang diungkapkan oleh Nirwan Dewanto (Pemeran Mgr
Soegijapranata,SJ) bersama Romo G. Budi Subanar, SJ. (Penulis Buku Soegija),
dan Romo Yoseph Iswarahadi, SJ. (Direktur Audio Visual PUSKAT Yogyakarta dan
Produser Film Soegija) dalam acara talk
show bedah Film Soegija pada hari Minggu siang (20/5/2012) di Ruang
Singosari WTC Surabaya yang diadakan oleh Universitas Katolik Darma Cendika
Surabaya. Acara itu dimoderatori oleh Wahyu Kristanto selaku Kepala Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unika Darma Cendika Surabaya sekaligus
dosen Unika Darma Cendika Surabaya.
Dalam talk show bedah Film
Soegija, Nirwan Dewanto mengatakan, Film ini merupakan cerita yang baik tentang
kebangsaan yang universal. “Kekatolikan tidak menjadi tujuan dari film ini
tetapi menjadi dasar mengolah motif dan cerita yang baik. Ini jarang dikerjakan
oleh orang Indonesia. Film Soegija dapat memberikan sumbangan yang penting bagi
industri film Indonesia” ujar Nirwan.
Romo Budi Subanar, SJ mengungkapkan, dalam film tersebut diceritakan
sosok Uskup Mgr Soegijapranata SJ dalam menggembalakan umat Katolik.
Penggembalaannya sebagai Uskup tidak hanya dalam lingkup gerejani saja.
“Kekatolikannya muncul di saat misa dan cinta kasih. Tapi buah-buahnya yakni
tidak membeda-bedakan suku, kelompok dan golongan apapun” kata Romo Budi
Subanar SJ.
“Kita mengangkat sosok Mgr Soegijapranata SJ dalam film Soegija bukan
berdasar sama-sama dari ordo Jesuit tapi Mgr Soegijapranata merupakan pahlawan nasional. Peranannya sangat besar bagi bangsa
Indonesia saat zaman penjajahan.” tambah Romo Yoseph Iswarahadi, SJ.
Untuk menghasilkan film Soegija, kata Romo Iswarahadi SJ, seluruh
pihak film Soegija melakukan riset sejak tahun 2008 melalui wawancara saksi
hidup yang mengenal sosok Mgr Soegijapranata SJ, dokumen-dokumen yang ada di
Keuskupan Agung Semarang, buku-buku dan majalah yang terbit pada zaman Mgr
.Soegijapranata SJ. Semuanya itu diolah menjadi film Soegija yang mengedepankan
unsur kemanusiaan dan nasionalisme.
“figur-figur dalam film itu dirangkai dari peristiwa-peristiwa yang ada
di sekitar Mgr Soegijapranata dimana ada figur pokok dan konteks sosialnya”
ungkapnya. Syuting dilakukan di Semarang tepatnya gereja dan pastoran gedangan,
Ambarawa, Magelang di Rumah Sakit Jiwa, sebuah pabrik gula di Klaten.
Dalam kesempatan itu, “Saya senang bisa bergabung dalam produksi film ini karena mengandung
banyak unsur seperti kemanusiaan, nasionalisme, pluralisme.” Imbuhnya. Biarpun beragama Islam, Nirwan tidak masalah berperan sebagai Uskup. Menurutnya,
agama jangan dijadikan penghambat karena faktor keimanan yang menghidupi kita
bukan hanya dari film tapi dari kehidupan sehari-hari. Menanggapi banyaknya isu yang tidak enak tentang hadirnya film ini, Nirwan
menanggapi, jangan memandang film dari unsur religiusitasnya tapi ambillah
nilai-nilainya.
“Metode yang dipakai dalam berperan sebagai pemeran utama sama dengan
pemain-pemain film lainnya dimana menghayati peran, menikmati proses pembuatan
film” jelasnya. Proses yang dilakukan Nirwan dalam menyesuaikan karakter Uskup
dalam film yang diproduksi oleh PUSKAT Pictures itu yakni studi literatur, bertanya
kepada orang-orang yang mengetahui sejarah Uskup Mgr Soegijapranata,
eksplorasi, dan mencari info seputar gereja.
Romo Budi Subanar SJ menambahkan, film ini tidak hanya bercerita
kekatolikan saja melainkan berceritakan tentang budaya, sosial, dan
nasionalisme. “Pesan yang dapat diambil dalam film Soegija adalah jadikanlah
inspirasi bagaimana perjuangan Mgr Soegijapranata SJ melawan kekerasan dan
penindasan serta pluralisme” timpalnya.
Ditemui seusai acara tersebut, bentuk dukungan yang dilakukan oleh
Keuskupan Surabaya terhadap film Soegija, kata Vicaris Jenderal Keuskupan
Surabaya Romo Agustinus Tri Budi Utomo,
adalah menulis surat kepada seluruh Paroki-Paroki untuk mengumumkan
adanya film Soegija yang berguna memobilisasi umat Katolik khususnya kaum muda
datang menonton film Soegija dan dapat menghayati tokoh Soegijapranata Pr
sebagai sosok yang patriotisme. "Sebenarnya sekolah-sekolah Katolik yang ada di
Keuskupan Surabaya juga dikirimin surat untuk memobilisasi massa tapi tidak
nutut. Namun, saya berharap sekolah-sekolah tersebut juga mendukung pemutaran
film Soegija” terangnya.
(Richard)